Sebuah Senja di Parigi~ Juniarso Ridwan
Sebuah Senja di Parigi
(Juniarso Ridwan*, dimuat di Horison, Juni 2002)
kembali
langit dikemas dalam keranjang, bertumpuk
dengan
pakaian lusuh. Selamat tinggal kenangan;
lokan-lokan
runcing dan ikan bawal yang menggelepar,
kini
telah menjadi penghuni dari sebuah kalimat,
yang
ditebarkan para nelayan di sepanjang pantai itu.
keringatlah
yang bergulung-gulung membentur karang itu,
menghempaskan
perahu dalam amukan badai yang pekat
dengan
warna penderitaan.
kemudian
terdengar jeritan dan bayangan-bayangan hitam,
lalu dibangun
pentas maut, dengan dekorasi batang
kelapa
yang saling bertumbukan. Sungai darah membelah
perkampungan
menjadi kuburan bagi nama-nama yang
terkalahkan.
Di beranda rumah, hanya menghampar tangisan,
seperti
bunyi kumbang mengalun menusuk hati, dan terus
mengalun
menghanguskan senja.
kehidupan
menjadi gumpalan batu, yang setiap saat terpanggang
jilatan
api kemarahan. Udara menjadi kubangan sunyi, memangsa
nafas-nafas
renta, yang tak paham arti sebuah dendam. Tapi
hujan
itu telah mengalirkan nyeri, yang memwarnai muka laut,
membuat
membuat luka di angkasa, mengoyak hutan-hutan bakau, menjadi
serpihan-serpihan
kepunahan.
kembali
langit dikemas sebagai kenangan,
karena
kehidupan itu telah menjadi humus,
dan
masa depan tengah mencari ruang persemaian.
Pangandaran, 1997
----------------------------------------------------------
*Juniarso
Ridwan, lahir 10 Juni 1955. Semasa menjadi mahasiswa di ITB aktif di Grup
Apresiasi Sastra (Gas). Kini ia mengelola Forum Sastra Bandung, sebuah lembaga
kebudayaan nirlaba. Tulisannya tersebar di berbagai media massa, seperti
Pikiran Rakyat, Kompas, Mandala, Pelita, Media Indonesia, Aktuil, Bandung Pos,
Galamedia, Mangle, Galura, Republika, Ulumul Quran, dan lain-lain.